YLKI Terima 22.613 Aduan dari Calon Jamaah Umrah, First Travel Terbanyak

By Admin

Foto/Ilustrasi  

nusakini.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI) menerima 22.613 aduan dari calon jemaah umrah hingga Juli 2017. 

Menurut Staf bidang Pengaduan YLKI Abdul Basith, awalnya pada Mei 2017, mereka hanya menerima 159 aduan. Tapi sampai 22 Juli 2017, 22.613 aduan yang masuk ke YLKI terkait biro umrah yang "bandel".

"Aduan calon jamaah umrah ini berasal dari enam penyelenggara ibadah umrah (PIU). Sangat dimungkinkan calon jamaah umrah yang belum mengadu, masih cukup banyak," kata Abdul, dalam jumpa pers yang di Kantor YLKI, Jakarta, Jumat (28/7/2017).

Abdul mengatakan Biro umrah yang paling banyak diadukan adalah PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel dengan 17.557 aduan.

Calon jamaah mengadu karena ketidakpastian waktu berangkat umrah. Selain itu, First Travel juga dianggap tak kooperatif mengenai proses refund. Abdul menjelaskan, aduan kepada First Travel tersebar dari Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Kedua, sebanyak 3.056 konsumen mengadukan PT Kafilah Rindu Ka'bah. "Calon jamaah sudah melapor ke polisi. Tapi tidak ada tindaklanjutnya sejak tahun 2016," kata Abdul.

Ketiga, sebanyak 1.821 konsumen mengadukan PT Utsmaniyah Hannien Tour. Sama seperti biro umrah bermasalah lainnya, Hannien Tour juga dilaporkan karena tak memberi kejelasan mengenai waktu keberangkatan umrah.

Menurut Abdul, banyak janji dari manajemen yang diabaikan. Manajemen menjanjikan refund selama 90 hari, namun calon jamaah mengaku belum menerima uang tersebut.

Hannien Tour juga disebut menjanjikan calon jamaah umrahnya untuk pindah menggunakan travel lainnya. Hanya saja, saat dikonfirmasi, travel lain tersebut hanya akan memberangkatkan umrah calon jamaah baru, bukan yang lama.

Keempat, PT Komunitas Jalan Lurus dengan 122 aduan. PT Wisata Basmalah Tour and Travel dengan 33 aduan, dan Mila Tour Group dengan 24 aduan.

Dalam hal ini, YLKI telah melakukan rapat sebanyak 6 kali. Kemudian mengirim surat pengaduan kepada First Travel dan Kementerian Agama, serta permohonan audiensi ke Komisi VIII DPR.

"Kenapa kami cukup serius menangani ini, karena butuh negara untuk menyelesaikan permasalahan ini," kata Abdul. (p/ma)